Sang Penabur Benih Mimpi

00.13 Diposting oleh College student

Mimpi (05) :
Tak sebersitpun keraguan bahwa sang penabur benih mimpi adalah orang tua yang melahirkan kita. Saya sangat
beruntung memiliki kedua orang tua yang begitu banyak dirundung masalah keluarga dan keuangan namun mampu
lolos lubang jarum dan melahirkan sembilan anak yang sebagian besar diantaranya mampu menggapai mimpi-mimpi
kecil.

Sebagian kecil lainnya sedang berusaha menuju ke sana - mereka masih punya mimpi.

Ayah yang tidak doyan korupsi memilih banting setir jadi wiraswasta ketika saya masih bocah imut lima tahun. Padahal,
pegawai pemerintah jaman dulu kala itu bak pangeran. Namun tak kuat melihat praktik korupsi, menurut ayah, beliau
lebih baik keluar dari lingkungan itu. Ayah sampai cerita korupsi yang mengerikan caranya, yang mirip-mirip cerita
korupsi saat ini. Tapi ya berubah mental dari pegawai ke mandiri memang bukan langkah yang mudah. Ekonomi
keluarga jadi morat-marit. Tapi entahlah, seperti ada keajaiban sehingga beberapa anak-anak ayah dan ibu bisa lulus
sarjana, berkarir, bereluarga, dan membangun mimpi. Kadang ayah berguman: "Koncoku ora percoyo nek anakku podo
dadi kabeh nek ndelok mbiyen koyo ngono," Teman-teman ayah tidak yakin jika anaknya berhasil jika melihat masa lalu
keluarga.

Tapi itulah berkah dari lintas profesi ayahku. Ketika membuka bisnis menjahit pakaian, anak-anak mendapat giliran
http://www.cimbuak.net - Cimbuak.net +++ Forum Silaturahmi, Komunikasi dan Informasi Adat Budaya Minangkabau Sumatera Barat Generated: 26 December, 2005, 15:33
membuka toko (jaman dulu masih pakai etalase kayu), membersihkan lantai, merapihkan sisa-sisa potongan kain,
sebelum berangkat sekolah pagi. Anak-anak tidak pernah diberi uang saku. Kalau mau uang saku harus kerja. Maka
belajarlah anak-anak memasang kancing baju menggunakan jarum dan tudung besi di jari untuk mendorong jarum agar
ujung jari tidak luka. Dulu istilah jawanya: di-itiki. Tiap Jum'at dihitung, berapa baju yang sudah berhasil dikancingi. Kami
dibayar seperti karyawan lainnya. Setelah bisa masang kancing, naik pangkat ke menyetrika baju dan celana. Lalu
membuat lubang kancing. Naik lagi, boleh mengukur baju pelanggan. Dulu saya kayaaa gara-gara pekerjaan ini. Tiap
akhir pekan bisa mengajak beberapa teman nonton film kungfu di bioskop yang kursinya makin ke belakang makin
tinggi. Saya masih ingat, bintangnya antara lain David Chiang, Ti Lung, Wang Yu, Lo Lieh, Wang Tao, dan lain-lain.
Kalau ada adegan mesra, mau mencium pipi, serentak semua penonton tepuk tangan dan menghentak-hentak kursi
sehingga kursi bergoyang-goyang.

Rupanya saat itu orang tuaku menabur benih kewirausahaan tanpa sadar ke tulang sumsum anak-anaknya. Kami
semua jadi belajar mengelola uang, mengelola produksi, mengelola pelanggan.

Yang lucu, ketika masih SMP, anak-anak yang sekolah diberi giliran belanja sayur dan kebutuhan sehari-hari. Yang
sekolah pagi dapat jatah mencuci baju keluarga di sore hari. Yang kecil-kecil dapat kerjaan menyapu lantai atau
mengelap meja dan jendela. Tanpa sadar, melalui belanja, saya belajar memilih barang yang baik. Saya masih ingat,
begitu banyak penjual di pasar Mbasahan (yang selalu basah meski musim kering). Kalau mau dapat ikan yang segar
dan murah harus tahu tempatnya. Begitu pula sayur dan daging tethelan.

Tanpa sadar, saya juga belajar cara negosiasi dan menawar sejak kecil. Tidak pernah saya beli tanpa nawar, sampai
bakul ikannya hapal dan komentar. "Bagus-bagus kok ngenyangan tho le." Saya belajar kalau menawar tidak harus lebih
murah. Harganya sama tidak apa-apa, tapi minta tambah satu ikan gratis. Lucu memang: kecil-kecil belanja. Bahkan
kalau uang sedikit tapi harus belanja ikan, saya belanja "iwak kucing" yakni ikan-ikan sisa yang memang dijatah untuk
kucing. Cara jualan ikan jama dulu memang unik. Satu karung ikan langsung digelar di plastik. Ada bandeng, layur, teri,
kuthuk, dan berbagai jenis jadi satu. Yang ikan kecil-kecil dan tidak laku, disisihkan dan disebut ikan kucing. Peduli amat,
yang penting segar dan sehat.

Sungguh ayah ibuku luar biasa. Kere tapi mutu. Anaknya diwajibkan menjadi anggota perpustakaan. Saya saja waktu
SMP sudah menjadi anggota 3 perpustakaan dan dalam seminggu bisa melahap minimal tiga buku. Ayahlah yang
memilihkan buku-bukunya (semua harus lewat sortiran ayah). Itu sebabnya saya jadi pecandu Karl May yang mashur
dengan tokoh Old Shutterhand dan Winnetou. Seri petualangan mereka di Amerika dan Balkan sudah saya lahap sejak
SMP. Buku-buku petualangan jadi kegemaran saya waktu itu. Tapi saya juga baca novel serius seperti Sutan Takdir
Alisyahbana, bahkan Ernest Hemigway yang ngetop dengan "The Old Man and The Sea". Cerita detektif juga saya lahap
termasuk karangan Agatha Crhistie. Novel romatis karangan Barbara Cartland dan Harold Robin juga sempat jadi idola.
Hobi lain adalah membaca kisah-kisah ilmuwan dan penemu sukses seperti Marie Curie, Newton, Einstein dan lain-lain.
Hm.. (jangan bilang-bilang ayah saya ya..) saya juga rajin membaca Nick Carter. Bahkan diam-diam saya baca stensilan
Anny Arrow.

Semua buku yang saya baca membuka luas wanaca saya sejak kecil. Mimpi-mimpi berterbaran. Ingin jadi ilmuwan,
pernah. Jadi detektif, juga pernah. Jadi pecinta hebat, hmm ..pernah juga. Pernah juga ingin menjadi sherif pembela
Indian yang tersingkir. Indah. Mimpi bertebaran. Liar.

Terima kasih ayah. Terima kasih ibu. Kalian berdua memang hebat. I love you. Setiap habis sholat, saya selalu berdoa
untukmu: "Ya Allah cintailah ayah ibuku sebagaimana mereka mencintaiku di waktu aku kecil. Robbich firli wa liwaa
lidaiyya warchamhuma kamaa robbayaani soghiiro."

Nukman Luthfie

Related Posts by Categories



0 komentar: