Wisnu Satya Negara

08.10 Diposting oleh College student

Subhan Alamsyah

08.00 Diposting oleh College student

Syamsul Bahri

07.53 Diposting oleh College student

Fauzi

07.48 Diposting oleh College student

Didiet Rahardian

07.36 Diposting oleh College student

Diajiandi Nurhidayat Rizko

05.19 Diposting oleh College student

Apa Core Desire Kita ?

02.08 Diposting oleh College student

Mimipi (08) :
Sahabat saya, Kiki, mengomentari tulisan "Mengenali Mimpi" seperti ini :
"Tahun 1992 sewaktu saya masih di Jogya, ada seorang rekan kantor mengeluh pada saya sbb: Pak, saya pekerja
keras, merokok tidak, minum minuman keras tidak, ngelakoni ya, semua yang dipersyaratkan untuk sukses telah saya
lakukan (misalnya puasa, dll), tapi kok tidak ada perubahan ya.

Ini adalah pertanyaan yang sulit. Saya berpikir cukup lama untuk menjawabnya. Akhirnya saya bertanya: dengan kondisi
seperti ini bapak merasa enak tidur, enak makan, dapat menikmati hidup ? Jawabnya ya. Itulah jawabannya. Setiap
orang ingin sukses, ingin berhasil agar dapat enak tidur, enak makan dan dapat menikmati hidup; sedangkan bapak
sudah mencapai pada taraf itu, jadi bapak sudah jauh di depan orang-orang masih mencari untuk dapat seperti Bapak.
Jawabannya ini juga membuat saya berpikir mengenai tujuan hidup; Apakah yang dicari di dunia ini ? Ternyata hal yang
paling hakiki adalah existensinya orang itu sendiri."

Ada banyak hal yang terkandung dalam kalimat sahabat saya di atas. Satu, jika seseorang sudah mengeluhkan
kondisinya (dalam hal ini rekan sahabat saya tadi), artinya ia menyadari bahwa apa yang dia inginkan belum juga diraih
meski sudah berupaya maksimal. Ini sangat terkait dengan manajemen hidup dia yang perlu dikritisi. Saya tidak akan
bahas dulu.
Yang menarik adalah yang kedua: mencoba melontarkan pertanyaan yang jawabannya berujung pada pencapain taraf
menikmati hidup. Meski tidak ada perubahan finansial yang mencolok, rekan sahabat saya itu bisa merasa enak makan,
enak tidur dan dapat menikmati hidup. Sebuah kemewahan yang luar biasa.

Jack M Zufelt memberi resep untuk mengenali Core Desires kita masing-masing dengan Question Game.

Pertama, ajukan pertanyaan jenis ini: "Apa yang INGIN saya MILIKI, yang sekarang BELUM saya MILIKI?

Pertanyaan utama ini bisa dipecah-pecah menjadi:
- Apa yang ingin saya lakukan jika saya punya banyak waktu dan tak punya kewajiban apapun?
- Apa yang membuat saya gembira dan tertawa?
- Apa watak yang ingin saya miliki atau diperkuat?
- Apa yang saya harapkan dari anak dan istri/suami?
- Jika uang saya cukup, apa yang harus saya lakukan?

Pertanyaan-pertanyaan seperti ini akan menggairahkan kita. Namun, tak semuanya bisa disebut Core Desires.
Pertanyaan harus dipersempit untuk menuju ke sana. Maka, ajukan pertanyaan kedua sebagai lanjutan masing-masing
pertanyaan di atas:

"Jika saya BERHASIL memiliki apa yang ingin saya miliki, apa yang bakal saya RASAKAN, pengalaman emosional apa
yang bakal saya dapat?

http://www.cimbuak.net - Cimbuak.net +++ Forum Silaturahmi, Komunikasi dan Informasi Adat Budaya Minangkabau Sumatera Barat Generated: 26 December, 2005, 15:33
Cukupkah pencarian kita? Belum. Core Desires harus diukur seperti mengukur kekuatan gempa memakai skala Richter
0-10. Ingat, meski urutannya 0-10, skala Richter ini luar biasa karena beda kekuatan antara angka sangat signifikan.
Gempa pada skala Richter 5 membuat tanah beguncang. Tapi pada skala 7 -- Cuma beda dua angka - kerusakannya
luar biasa. Ini karena tiap angka dalam skala Richter mewakili gempa yang kekuatannya 10 kali lipat satu skala di
bawahnya.

Di bawah ini intensitas Core Desires ala Zufelt (dengan memakai angka 1-100):

1-20: whims, passing fanceis, whises, gratifications, momentary pleasure, and dislike
20-40: should, oughts, duties, obligations, assignments and extrinsic motivation
40-60: moderate-internsity desires, wants, interests, and needs
60-80: recurring desires; growing intensity, strong mind-set and a sense of duty
80-99: Steady deseire; relevant, important initiatives; strong interests and motivations
100: high intensity, relevancy, immediacy, heartfelt, passionate and deadearnest.
Skala 100 inilah yang disebut Zufelt sebagai core desires.
Sesuatu yang begitu amat sangat kita miliki, yang sampai mengalir dalam darah kita, masuk ke dalam sel-sel tubuh kita,
yang mengusik adrenalin kita berproduksi maksimal, yang menggetarkan hati kita, yang membuat kita berujar "Duh
Gusti, saya bener-bener ingin .."

Core Desires bisa diterapkan dalam berbagai area, mulai dari finansial, kehidupan sosial, kepercayaan diri dan image
pribadi, hingga kehidupan keluarga.

Berikut ini simulasi penerapan core desires untuk wilayah finansial.
Pertanyaan: di bidang finansial, apa yang ingin saya miliki yang saat ini belum kita miliki?

Jika jawabannya adalah Kebebasan Finansial, maka skalanya baru 80. Kejar lagi dengan Questions Game berupa
pertanyaan: "Jika sudah bebas finansial, apa yang saya dapatkan yang selama ini belum kita miliki?"
Mungkin kita akan menjawab: "Kebebasan finasial akan memberi saya kebebasan untuk melakukan apapun yang kita
sukai."

Kejar lagi dengan pertanyaan berikut: "Jika saya bebas melakukan apapun yang saya suka, kebebasan seperti apa yang
saya miliki? Apakah itu akan memberikan apa yang saya belum punya selama ini?" Nah, biasanya pada tahap ini
kebanyakan orang akan mandeg, seperti menemui jalan buntu.

Jika sudah mentok, naikkan kualitas pertanyaan yang melibatkan perasaan.
"Jika saya sudah bebas finansial, apakah keinginan non finansial saya bisa terpenuhi? Hal emosional apa yang bakal
yang dapat?" Para ekskutif yang super sibuk mengejar uang dan lupa keluarga akan menjawab spontan dengan mata
berbinar seperti ini: "Aha, saya bisa bermain sepuas hati dengan keluarga". Atau mereka yang sudah jenuh bekerja akan
menjawab :
"Wah, saya bisa berhenti bekerja yang teratur dan membosankan. Saya bisa menikmati hidup." Pada tahap ini skalanya
sudah 100. Inilah Core Desires.

Jangan salah, Core Desires tiap orang berbeda. Akan ada orang yang mentertawakan kita dengan mengatakan: Kalau
mau cukup bermain dengan keluarga kan tidak perlu bebas finansial. Kalau ingin menikmati hidup, tidak perlu kaya dan
berprestasi tinggi, seperti yang disampaikan rekan
sahabat saya di atas.

Setiap pertanyaan (bahkan yang sama) akan menghasilkan jawaban yang berbeda untuk masing-masing pribadi. Tidak
ada salahnya mencoba trik Zufelt untuk menggali mimpi-mimpi kita karena seperti yang sudah saya sampaikan dalam
serial sebelumnya, mimpi-mimpi akan memberi kita kekuatan luar biasa untuk bertindak dan membuat kita melakukan
lompatan kuantum dalam berbagai area hidup kita.

Nukman Luthfie

Mengenali Mimpi

00.55 Diposting oleh College student

Mimpi (07) :

Seorang teman mengeluh, sudah bertahun-tahun menggeluti bisnisnya tetapi tidak maju-maju. Padahal ia sudah merasa
bekerja super keras.
Seorang ekonom pernah menulis kolom betapa menyedihkannya nasib petani kita: mereka bekerja keras tetapi tetap
miskin dan malah makin miskin. Tukang becak yang dari pagi sampai malam mengayuh becak nasibnya tak berubah.
Seorang karyawan merasa karirnya mentok, gajinya hanya naik setinggi inflasi tiap tahunnya - bahkan kadang tak naik,
pekerjaannya itu-itu saja.

Situasi seperti itu sering kita hadapi pada masa tertentu. Tak ada yang kebal dari serangan penyakit ini. Rudyard Kipling
mengatakan, jika kita tak mampu meraih apa yang kita inginkan, itu artinya memang kita sesungguhnya tidak
menginginkan. "If you do not get what you want, it is a sure sign that you did not seriously want it.

Yang membedakan mimpi dengan bualan adalah mimpi selalu menuntut aksi yang memberikan nilai tambah, sementara
bualan tak menuntut apa-apa.
Mimpi untuk "Bebas Finansial" tanpa diiringi langkah-langkah konkrit menuju ke sana, adalah bunga tidur. Oleh karena
itu, langkah pertama menggali mimpi yang sesungguhnya adalah pertanyaan pada diri kita sendiri: "Mampukan mimpi itu
menggerakkan diri kita untuk berbuat sesuatu menjadi lebih baik?" Kalau ya, itulah mimpi atau "desire" menurut Micahel
Jordan. Kalau tidak, buang saja ke laut.

Seorang teman yang bermimpi menjadi pengusaha memberanikan diri untuk pindah kuadran, dari karyawan menjadi
membangun usaha sendiri. Sebuah langkah yang hebat. Namun, ketika mengelola perusahaannya, ia masih bersikap
seperti seperti karyawan: bekerja sejelek apapun pasti mendapat gaji. Ia masih saja meremehkan klien dengan terlambat
datang ke meeting. Ia lupa, jika ia meremehkan pelanggan, sang pelanggan akan lari dan lenyaplah satu sumber
pendapatan perusahaan. Jika itu menimpa pelanggan lain, satu per satu pelanggannya akan hilang. Ia lupa bahwa yang
menggaji karyawannya dan bakal membuat dia kaya suatu saat sesungguhnya adalah pelanggannya. Oleh karena itu,
orang yang terjebak pada situasi ini perlu bertanya pada diri sendiri: benarkah ini mimpiku?

"If you want to make small, incremental imrpovements, works on your behavior. If you want to make quatum leaps in
improvement, work on your paradigm" - kata Stephen R. Covey yang mashur dengan serial SevenHabits-nya. Kalau
hanya sekadar mau maju, bekerjalah dengan kebiasaan kita. Tapi kalau mau maju pesat, gunakanlah paradigma kita.
Mimpi, seharusnya mampu mendorong kita menuju perbaikan yang di atas rata-rata - quantum leap improvement. Mimpi
mestinya mampu mendorong kita untuk menggunakan paradigma baru yang lebih benar dan meninggalkan paradigma
lama yang menjerumuskan kita pada gegagalan.

Memang, kadar mimpi sangat bervariasi. Yang pantas dianggap mimpi, MINIMAL adalah mampu mendorong kita untuk
"HARUS" mewujudkan mimpi tersebut apapun tantangan yang harus dihadapi. Dulu ketika mahasiswa, saya dilarang
ikut pertandingan karate karena baru sabuk hijau dan baru sebulan ikut latihan. Saat itu juga saya bangun mimpi harus
juara
karate meski hanya sabuk hijau. Seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya, saya berhasil mengalahkan mereka
yang sabuk hitam dan berhasil jadi juara. Hadiahnya? Tangan kiri langganan bengkak karena menangkis tendangan.
Pipi selalu pecah dalam pertandingan. Bahkan pernah KO, karena dagu saya kena pukulan telak dan masuk rumah sakit
dua hari dengan tiga jahitan. Biarin aja, yang penting mimpi terwujud.

Mimpi yang paling top adalah yang mampu mendorong kita untuk "MEWUJUDKAN MIMPI DENGAN PENUH CINTA.
Inilah yang oleh Jack M Zufelt disebut Core Desires. "Core Desires are things that your heart is set on - things you want
with your heart - things you love to do or to be". Sesuatu yang 'harus" kita lakukan berubah menjadi "ingin" kita lakukan
pada tahapan ini. Mimpi yang jenis inilah yang paling perkasa membantu kita untuk meraih lompatan quantum dalam
banyak hal: bukan hanya karir, tetapi juga kehidupan sosial dan keluarga. Tidak usah panjang lebar, apapun yang kita
lakukan, jika dasarnya cinta, hasilnya akan luar biasa.

http://www.cimbuak.net - Cimbuak.net +++ Forum Silaturahmi, Komunikasi dan Informasi Adat Budaya Minangkabau Sumatera Barat Generated: 26 December, 2005, 15:33
Mimpi yang tak memenuhi kedua syarat tadi, buang saja ke laut.

Membangun Mimpi Berkelanjutan

00.31 Diposting oleh College student

Mimpi (06) :
http://www.cimbuak.net - Cimbuak.net +++ Forum Silaturahmi, Komunikasi dan Informasi Adat Budaya Minangkabau Sumatera Barat Generated: 26 December, 2005, 15:33
Saya sempat tertegun ketika membaca penggalan kalimat Michael Jordan dalam bukunya "In Pursuit of Excellence ",
yang berbunyi seperti ini: "I have the desire to be the best person and player I can become, but I approach everything's
step by step. Its all mental for me. I know exactly where I want to go, and I focus on getting there. As I reach that level, I
gain a little more confidences. Each success leads to the next one.

Ada dua hal yang menarik dalam kalimat ini. Pertama, "desire". Kedua, "approach everything step by step". Jordan
sangat yakin dengan mimpinya, yang dikemas dalam bahasa membumi "desire", atau yang terjemahan standarnya
adalah hasrat atau keinginan kuat. Ia sangat ingin menjadi menjadi manusia dan pemain basket yang paling hebat.
Hasrat atau keinginan yang amat kuat inilah yang menjadi daya dorong luar biasa bagi Jordan.

Jack M Zufelt yang menulis buku "The DNA of Success" mencoba mendalami soal "desire" ini. Ia mengungkapkan
bahwa jika seseorang mampu menemukan "Core Desire" dalam hidupnya, maka orang tersebut akan melakukan usaha
apapun untuk meraihnya. Jika seseorang terjebak di padang pasir tanpa air sama sekali, maka "core desire" nya adalah
mendapatan air yang bisa diminum. Core desires (ingat, pakai s, jadi jamak) are those things you want so badly that you
will do or become, whatever it takes to get them - no matter how hard it is or what the risk. These core desires are things
that your heart is set on - things you want with all your heart. Atau bahasa jawa pinggirannya adalah "Diamput, mbuh
piye carane pokoke kudu dadi."

Semangat Core Desires adalah mimpi-mimpi yang harus diwujudkan dengan cara apapun. Mimpi yang tak berusaha
sepenuh hati diwujudkan adalah bualan, omong kosong. Tiap orang sesungguhnya memiliki mimpi-mimpi - meski ada
yang merasa tidak punya. Tiap orang memiliki core desises. Mimpi harus dieksekusi langkah demi langkah. Inilah yang
saya sebut sebagai Membangun Mimpi Berkelanjutan. Jordan yang memiliki banyak desire dengan mantap
mengekekusinya satu persatu. Satu mimpi terwujud, ia memburu mimpi berikutnya. Ia sadar betul, core desires-nya
untuk menjadi orang dan pemain terhebat tak akan tercapai tanpa melalui tahapan mewujdukan desires.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita memiliki mimpi-mimpi, desires, atau core desires. Hanya saja, banyak yang tidak
menyadarinya atau belum menemukan. Memang tidak gampang menemukan mimpi yang sesungguhnya atau core
desires dalam kondisi normal (bukan dihempas oleh situasi antara hidup dan mati seperti tersesat di padang pasir).
Tetapi, tidak usah risau. Dulu pun saya tidak tahu ilmu ini, tapi bisa menerapkannya. Hanya dari membangun mimpi
sederhana "Survive di Jakarta dan menyekolahkan adik2 dan membantu ekonomi orang tua", saya dapat melanjutkan
mimpi-mimpi lain termasuk "Memiliki sorga dunia berupa rumah mungil dengan halaman luas di Jabotebek di mana kita
bisa berlabuh, menyalurkan hobi berkebun dan melihat binatang piara", "Menghajikan Orang tua dan Mertua".

Mimpi-mimpi kecil itu ternyata melahirkan mimpi-mimpi baru. Gara-gara saya mimpi punya rumah mungil di tanah yang
lapang, saya bekerja di atas rata-rata untuk mewududkan mimpi itu. Luar biasa, mimpi-mimpi itu dalam perjalananya
berhasil memicu munculnya mimpi-mimpi bisnis dan manajemen. Misalnya, saya bermimpi menjadi karyawan dengan
gaji paling tinggi diantara mereka yang masuk dengan posisi dan tahun yang sama. Begitu terwujud, mimpi saya naikkan
menjadi "Gaji harus lebih tinggi daripada yang lebih senior". Ternyata saya mampu mewujudkannya. Setelah mentok -
tidak mungkin gaji lebih tinggi dari Direktur Utama - saya banting setir jadi wiraswasta, yang orientasinya bukan pada gaji
lagi (malah menggaji). Di depan mata sekarang sudah hadir mimpi lain yang saya belum berani ungkap karena sedang
berjuang keras mewujudkan sebuah mimpi yang nyaris gagal saya raih.

Inilah yang saya sebut sebagai mimpi berkelanjutan. Tahap sebelumnya selalu menjadi pijakan tahap berikutnya yang
lebih tinggi. Tidak ada langkah yang sia-sia.

Apa kunci utama bisa membangun mimpi berkelanjutan? Kenali Mimpi-mimpi kita. Gali betul apa yang sesungguhnya
kita inginkan. Pahami betul apa Core Desires kita sendiri. Caranya?

Tunggu edisi berikutnya.

Sang Penabur Benih Mimpi

00.13 Diposting oleh College student

Mimpi (05) :
Tak sebersitpun keraguan bahwa sang penabur benih mimpi adalah orang tua yang melahirkan kita. Saya sangat
beruntung memiliki kedua orang tua yang begitu banyak dirundung masalah keluarga dan keuangan namun mampu
lolos lubang jarum dan melahirkan sembilan anak yang sebagian besar diantaranya mampu menggapai mimpi-mimpi
kecil.

Sebagian kecil lainnya sedang berusaha menuju ke sana - mereka masih punya mimpi.

Ayah yang tidak doyan korupsi memilih banting setir jadi wiraswasta ketika saya masih bocah imut lima tahun. Padahal,
pegawai pemerintah jaman dulu kala itu bak pangeran. Namun tak kuat melihat praktik korupsi, menurut ayah, beliau
lebih baik keluar dari lingkungan itu. Ayah sampai cerita korupsi yang mengerikan caranya, yang mirip-mirip cerita
korupsi saat ini. Tapi ya berubah mental dari pegawai ke mandiri memang bukan langkah yang mudah. Ekonomi
keluarga jadi morat-marit. Tapi entahlah, seperti ada keajaiban sehingga beberapa anak-anak ayah dan ibu bisa lulus
sarjana, berkarir, bereluarga, dan membangun mimpi. Kadang ayah berguman: "Koncoku ora percoyo nek anakku podo
dadi kabeh nek ndelok mbiyen koyo ngono," Teman-teman ayah tidak yakin jika anaknya berhasil jika melihat masa lalu
keluarga.

Tapi itulah berkah dari lintas profesi ayahku. Ketika membuka bisnis menjahit pakaian, anak-anak mendapat giliran
http://www.cimbuak.net - Cimbuak.net +++ Forum Silaturahmi, Komunikasi dan Informasi Adat Budaya Minangkabau Sumatera Barat Generated: 26 December, 2005, 15:33
membuka toko (jaman dulu masih pakai etalase kayu), membersihkan lantai, merapihkan sisa-sisa potongan kain,
sebelum berangkat sekolah pagi. Anak-anak tidak pernah diberi uang saku. Kalau mau uang saku harus kerja. Maka
belajarlah anak-anak memasang kancing baju menggunakan jarum dan tudung besi di jari untuk mendorong jarum agar
ujung jari tidak luka. Dulu istilah jawanya: di-itiki. Tiap Jum'at dihitung, berapa baju yang sudah berhasil dikancingi. Kami
dibayar seperti karyawan lainnya. Setelah bisa masang kancing, naik pangkat ke menyetrika baju dan celana. Lalu
membuat lubang kancing. Naik lagi, boleh mengukur baju pelanggan. Dulu saya kayaaa gara-gara pekerjaan ini. Tiap
akhir pekan bisa mengajak beberapa teman nonton film kungfu di bioskop yang kursinya makin ke belakang makin
tinggi. Saya masih ingat, bintangnya antara lain David Chiang, Ti Lung, Wang Yu, Lo Lieh, Wang Tao, dan lain-lain.
Kalau ada adegan mesra, mau mencium pipi, serentak semua penonton tepuk tangan dan menghentak-hentak kursi
sehingga kursi bergoyang-goyang.

Rupanya saat itu orang tuaku menabur benih kewirausahaan tanpa sadar ke tulang sumsum anak-anaknya. Kami
semua jadi belajar mengelola uang, mengelola produksi, mengelola pelanggan.

Yang lucu, ketika masih SMP, anak-anak yang sekolah diberi giliran belanja sayur dan kebutuhan sehari-hari. Yang
sekolah pagi dapat jatah mencuci baju keluarga di sore hari. Yang kecil-kecil dapat kerjaan menyapu lantai atau
mengelap meja dan jendela. Tanpa sadar, melalui belanja, saya belajar memilih barang yang baik. Saya masih ingat,
begitu banyak penjual di pasar Mbasahan (yang selalu basah meski musim kering). Kalau mau dapat ikan yang segar
dan murah harus tahu tempatnya. Begitu pula sayur dan daging tethelan.

Tanpa sadar, saya juga belajar cara negosiasi dan menawar sejak kecil. Tidak pernah saya beli tanpa nawar, sampai
bakul ikannya hapal dan komentar. "Bagus-bagus kok ngenyangan tho le." Saya belajar kalau menawar tidak harus lebih
murah. Harganya sama tidak apa-apa, tapi minta tambah satu ikan gratis. Lucu memang: kecil-kecil belanja. Bahkan
kalau uang sedikit tapi harus belanja ikan, saya belanja "iwak kucing" yakni ikan-ikan sisa yang memang dijatah untuk
kucing. Cara jualan ikan jama dulu memang unik. Satu karung ikan langsung digelar di plastik. Ada bandeng, layur, teri,
kuthuk, dan berbagai jenis jadi satu. Yang ikan kecil-kecil dan tidak laku, disisihkan dan disebut ikan kucing. Peduli amat,
yang penting segar dan sehat.

Sungguh ayah ibuku luar biasa. Kere tapi mutu. Anaknya diwajibkan menjadi anggota perpustakaan. Saya saja waktu
SMP sudah menjadi anggota 3 perpustakaan dan dalam seminggu bisa melahap minimal tiga buku. Ayahlah yang
memilihkan buku-bukunya (semua harus lewat sortiran ayah). Itu sebabnya saya jadi pecandu Karl May yang mashur
dengan tokoh Old Shutterhand dan Winnetou. Seri petualangan mereka di Amerika dan Balkan sudah saya lahap sejak
SMP. Buku-buku petualangan jadi kegemaran saya waktu itu. Tapi saya juga baca novel serius seperti Sutan Takdir
Alisyahbana, bahkan Ernest Hemigway yang ngetop dengan "The Old Man and The Sea". Cerita detektif juga saya lahap
termasuk karangan Agatha Crhistie. Novel romatis karangan Barbara Cartland dan Harold Robin juga sempat jadi idola.
Hobi lain adalah membaca kisah-kisah ilmuwan dan penemu sukses seperti Marie Curie, Newton, Einstein dan lain-lain.
Hm.. (jangan bilang-bilang ayah saya ya..) saya juga rajin membaca Nick Carter. Bahkan diam-diam saya baca stensilan
Anny Arrow.

Semua buku yang saya baca membuka luas wanaca saya sejak kecil. Mimpi-mimpi berterbaran. Ingin jadi ilmuwan,
pernah. Jadi detektif, juga pernah. Jadi pecinta hebat, hmm ..pernah juga. Pernah juga ingin menjadi sherif pembela
Indian yang tersingkir. Indah. Mimpi bertebaran. Liar.

Terima kasih ayah. Terima kasih ibu. Kalian berdua memang hebat. I love you. Setiap habis sholat, saya selalu berdoa
untukmu: "Ya Allah cintailah ayah ibuku sebagaimana mereka mencintaiku di waktu aku kecil. Robbich firli wa liwaa
lidaiyya warchamhuma kamaa robbayaani soghiiro."

Nukman Luthfie

Lolos Dari Sergapan Pembunuh Mimpi

23.59 Diposting oleh College student

Mimpi (04) :

Pembunuh nomor wahid. Trauma Kegagalan.

Gagal menggapai mimpi menyakitkan bagi banyak orang, meski akal sehat mengatakan bahwa sukses mewujudkan
harus dilewati melalui proses panjang, termasuk menelan beberapa kegagalan.

Saya sangat suka dengan istilah pakde Broto yang saya kutip secara bebas dan panjang seperti ini: "Tidak ada langkah
tunggal menuju sukses. Yang pasti, jutaan langkah harus diayun menuju ke sana. Jutaan langkah yang seringkali tidak
terduga, yang tak terbayangkan sebelumnya, karena munculnya hadangan di depan yang luput dari perhitungkan awal."

Kadang langkah begitu mudah dan nyaman karena kita sudah siap jauh-jauh hari dengan perhitungan matang. Tapi tak
jarang, tiba-tiba faktor X muncul dan mengganggu skenario dan menjungkalkan mimpi kita. Pada tahun 1997, banyak
perusahaan tumbang karena faktor X berupa badai ekonomi, sehingga banyak tagihan macet di tengah jalan, proyek
ditunda, atau dihentikan di tengah jalan. Akibatnya, cash-flow perusahaan kacau balau. Apa boleh buat, PHK dan
tenggelamnya perusahaan menghiasi lembaran sejarah bisnis Indonesia.

Kisah pernah gagal dalam mewujudkan mimpi adalah hal biasa. Saya yang baru pertama kali mulai bisnis pada tahun
1995, langsung menelan pil pahit berupa tutupnya perusahaan meski belum berumur setahun. Padahal, ketika
mengawalinya, semangat saya luar biasa tinggi. Pahit memang. Baru langkah pertama saja sudah tertebas. Saya
bahkan sempat mutung sebentar.

Membangun karir pun sama saja. Jika kita mendapat tempat kerja yang tepat, atasan yang suportif, manajemen yang
bagus, kita akan tumbuh pesat. Pada praktiknya, sorga seperti itu amat langka. Yang sering temui adalah selalu ada
tantangan meningkatkan karir, seperti manajemen yang dirasa kurang memihak karyawan, praktik like and dislike,
pembatasan ras tertentu untuk mendapat hak istimewa (training ke luar negeri, menembus level manager, dll). Situasi itu
kadangkala membuat penebur mimpi karir merasa menembus tembok. Mutung. Akhirnya gagal.

Kegagalan yang beruntun, dari mimpi satu ke mimpi lain, dapat menurunkan mental. Saya termasuk yang pernah
menjadi korbannya. Baru melangkah, mendapat pukulan telak: perusahaan bangkrut hanya dalam setahun. Untuk berani
melangkah lagi sebagai wirausahawan butuh waktu tiga tahun. Bodoh sekali. Itu pun masih kena pukulan telak lagi. Di
saat saya sudah berjaya, salah satu perusahaan yang saya bangun dan menjadi salah cash-cow karena mampu
membagi deviden setiap dengan "sopan" meminta saya menjual seluruh saham saya. Belum cukup pukulan tadi,
tonjokan lain datang: sebuah perusahaan lain yang saya dirikan sekarat. Itu masih ditambahi gigitan-gigitan keras
lainnya: kalah tender miliaran rupiah hanya gara-gara salah membuat surat penawaran, kontrak bisnis yang nyaris batal
http://www.cimbuak.net - Cimbuak.net +++ Forum Silaturahmi, Komunikasi dan Informasi Adat Budaya Minangkabau Sumatera Barat Generated: 26 December, 2005, 15:33
karena masalah legalitas, tagihan macet, serta berbagai macam gigitan lain dalam mengelola usaha.

Atau dengarlah kata salah satu rekan yang mengirim email japri: .

Apa boleh buat, tidak ada rumus mudah melawan pembunuh mimpi ini kecuali kemampuan bangkit dari kegagalan.
Orang sukses bukanlah mereka yang terus-menerus memetik sukses, tetapi mereka yang mampu bangkit dari
kegagalan. Perbedaan mereka yang mampu mewujudkan mimpi dengan yang tidak bukan pada deretan prestasi yang
diraih, tapi pada kemampuan membunuh rasa frustrasi menghadapi kegagalan dengan ganas dan cendekia.

Caranya? Kita bisa memotivasi diri sendiri. Tatkala sekali-sekali gagal, ajak diri sendiri berdiskusi dengan tema: Tidak
ada jalan mulus menuju singgasana. Dalam bahasa halus Gede Prama: Banggalah dengan Kekalahan karena
kekalahan akan mengantar ke kemenangan. Atau pakai bahasa lugas pakde Broro: Ikhlaskan saja kekalahan itu.
Kekalahan membuat kita mengkritisi langkah yang pernah kita ambil dan membuka jalan lain untuk meraih mimpi.

Tapi tak mudah berdiskusi dengan diri sendiri dikala mental kita sedang runtuh. Hanya orang-orang istimewa yang
masuk pada tahap itu. Karena saya belum masuk tahap canggih itu, saya motivasi diri sendiri dengan membaca kisahkisah
sukses orang lain, yang pernah kere tapi berhasil. Saya baca berulang-ulang tulisan-tulisan manajemen dan
motivasi. Kalau masih kurang, saya diskusi dengan sesama wirausahawan. Berdiskusi dengan orang yang memiliki
minat yang sama amat sangat membantu usaha bangkit. Tak jarang saya "ngadu" ke pebisnis yang lebih berhasil.

Trauma Kegagalan? Hajar bleh. Sikat abis. Ganyang. Gempur. Injak-injak. Bakar. Buang ke laut. Titik.

Tanya jawab :

-----Original Message-----
From:
Sent: Tuesday, March 02, 2004 8:32 PM
To: nukman
Subject: Mimpi Besar dan Mimpi Kecil

Impianku sekarang adalah bisa lepas jadi karyawan dan memiliki usaha sendiri yang bisa menghidupi keluarga dan
sekitarnya. Aku coba mulai tahun kemarin. Uang tabunganku aku belikan 1 kijang dan 1 soluna, terus aku titip rental ke
perusahaan rental mobil. Tapi ternyata perusahaan rental itu tidak bisa melakukan komitmen dengan disiplin. Gemes
juga ngeliatnya. Pembayaran sering telat. Kalau saja aku yang punya perusahaan itu dan bisa mengontrol
managementnya seperti yang aku inginkan .........

Ada pengalaman nggak buat referensiku mengembangkan bisnis ini ? Thanks !

NL : Kebetulan saya punya salah satu kenalan yang mengelola rental seperti ini. Saya akan cek dulu. Moga2
perusahaannya bisa menjadi alternatif menitipkan mobilmu. Sebenarnya, kalau punya link bisa saja langsung disewakan
langsung ke kantor2 dengan kontrak bulanan atau tahunan. Ada perusahaan yang mau menyewa langsung dari
perorangan tanpa badan hukum. Itu langkah jangka pendek jika hanya dengan dua mobil. Ada rekan2 yang bisa bantu
menjawab ?
Nukman Luthfie


Diposting pada Mailing List UGM
Disadur oleh : Dewis Natra

Mimpi Yang Terbunuh

23.01 Diposting oleh College student

Mimpi (03) :
Ada beberapa yang menanyakan, mengapa ia tak pernah berani bermimpi meski dulu ketika masih kuliah mimpinya
bejibun? Bahkan ada yang terasa ekstrim bertanya mengapa ia tak punya mimpi.

Ada pula yang secara guyon mengatakan: saya malas mimpi atau saya tidak pernah mimpi karena tidak pernah tidur.

Saya yakin, semua orang sebenarnya punya mimpi. Saya pun semula tak tahu kalau apa yang saya tekadkan selama ini
saya golongkan mimpi. Definisi mimpi baru saya kenal ketika mendapat kesempatan menjadi eksekutif puncak
perusahaan dan terjun ke dunia usaha, yang setiap tahun harus membuat visi dan misi. Susahnya luar biasa membuat
visi dan misi perusahaan. Visi yang ditetapkan Astra International bahwa pada tahun 2006 harus "To be one of the best
managed corporation in Asia Pasific with the emphasis on building competence through human resources development,
solid financial structure, customer satisfaction and efficiency" dan "To be a socially responsible corporation and being
environmentally friendly" lahir dari pergulatan yang panjang, melelahkan dan melibatkan banyak pakar. Itulah mimpi
Astra dua tahun ke depan.

Saya baru sadar bahwa metode yang sama bisa diterapkan dalam lingkungan personal, diri kita sendiri, baru beberapa
waktu lalu. Kemudian dikipasi oleh tulisan pakde Broto, bahwa mimpi bila didayagunakan akan membawa berkah dan
oleh Masfuk yang mengatakan bahwa hanya mereka yang berani bermimpilah yang sukses. Ternyata setelah saya
renungkan, mimpi saya banyak. Bahkan orang lain pun ternyata memiliki mimpi yang banyak pula. Dari email-email japri
yang masuk, banyak yang menceritakan mimpi-mimpi mereka. Ada yang ingin jadi pengusaha sukses setelah cukup
lama jadi profesional. Ada yang ingin jadi cerpenis dan novelis. Ada pula yang mengutarakan mimpi-mimpi lain yang
terlupakan karene tergerus oleh rutinitas kerja.

Tetapi mengapa ada yang merasa malas dan tak mampu bermimpi lagi? Mimpi, sepengatahuan saya, memang bisa
terbunuh. Pembunuh utama mimpi adalah kegagalan dan kelelahan kita mewujudkan mimpi. Kalau mimpi kita
ketinggian, terlalu kompleks, njlimet, tanpa melihat diri kita sendiri dan lingkungan pendukungnya, maka kita akan
termehek-mehek mengejarnya. Bukan manis yang diraih, justru pahit yang didapat. Begitu mimpi kita gagal kira raih, tak
mudah membangun mimpi lagi.

Oleh karena itu, saya membiasakan diri membuat mimpi-mimpi kecil. Yakin, sesuatu pencapaian yang sangat kita idamidamkan,
yang kita yakini bisa kita raih dengan usaha, ketekunan dan kecerdikan di atas rata-rata. Yang pernah saya
sebutkan misalnya ""Survive di Jakarta dan menyekolahkan adik2 dan membantu ekonomi orang tua", dapat dilanjutkan
(atau bisa juga diparalelkan) dengan mimpi lain "Memiliki sorga dunia berupa rumah mungil dengan halaman luas di
Jabotebek di mana kita bisa berlabuh, menyalurkan hobi berkebun dan melihat binatang piara", atau "Menghajikan
Orang tua dan Mertua". Mimpi-mimpi kecil itu ternyata melahirkan mimpi-mimpi baru. Gara-gara saya mimpi punya
rumah mungil di tanah yang lapang, saya bekerja di atas rata-rata sehingga memicu munculnya mimpi-mimpi bisnis dan
manajemen. Beberapa tahun lalu setelah rumah kecil berhalaman luas terwujud, berpuluh-puluh mimpi-mimpi kecil yang
sifatnya personal dan bisnis pun semakin liar bermunculan.

Pembunuh mimpi kedua yang terbesar adalah lingkungan yang beku. Institusi pemerintah, yang bergerak lamban (atau
malah mundur), adalah pembunuh ideal mimpi. Kenaikan karir yang lambat karena harus mengikuti prosedur baku, intrik
yang berkepanjangan antar kelompok, pekerjaaan yang itu-itu saja sepanjang tahun, mendominasi suasana kerja di
lingkungan institusi pemerintah adalah pembunuh sejati mimpi. Saya banyak menyaksikan teman-teman yang dulu
http://www.cimbuak.net - Cimbuak.net +++ Forum Silaturahmi, Komunikasi dan Informasi Adat Budaya Minangkabau Sumatera Barat Generated: 26 December, 2005, 15:33
bergairah, begitu menjadi pegawai negeri berubah menjadi orang yang dingin dan tidak punya semangat tarung meraih
"value" yang lebih tinggi. Memang ada beberapa teman pegawai negeri yang masih mampu menjaga mimpinya, tapi itu
manusia langka.

Terjebak dalam perusahaan yang tidak mampu memaksimalkan kemampuan kita juga sebuah lingkungan yang buruk
untuk membangun mimpi. Begitu juga terlalu lama terkungkung dalam satu perusahaan swasta dengan pekerjaan yang
sama dan gaji yang tidak naik-naik, ataupun kalau naik paling tinggi sama dengan nilai inflasi, juga lahan pembantaian
mimpi. Sayang sekali, institusi pendidikan, yang seharusnya melahirkan banyak pemimpi-pemimpi kecil, diisi oleh
pendidik-pendidik yang justru sebagian besar tidak bernyali mimpi.

Bagaimana lolos dari serangan pembunuh mimpi? Tunggu episode berikutnya.

Catatan :
Ada yang tanya kenapa saya bisa nulis terus. Apa tidak mengganggu pekerjaan? Alhamdulillah, saya dikaruniai
kemewahan untuk bisa menulis "di mana" saja kapan saja saat ini. Dalam perjalanan rumah-kantor yang memakan
waktu satu jam bisa membuka laptop, menulis, sambil mendengarkan lagu kesayangan. Di jam kerja pun, kalau mau,
saya bisa menulis. Pada jam kerja, saya bisa saja keluar kantor dan nongkrong di StarBucks Café sambil nulis. Tidak
ada yang melarang. Bahkan, saking hormatnya saya dengan client, mitra bisnis dan lain-lain, saya selalu usahakan
datang 30 menit sebelum waktu meeting. Sambil menunggu mereka, saya buka laptop atau corat-corat kertas atau PDA.
Inilah salah satu kemewahan dari buah mimpi-mimpi kecil. Atau di tengah malam buta, ketika mata tak juga terpejam,
saya bisa membuka laptop menulis sesuatu, sambil sesekali memandangi wajah teduh istri yang terbuai bunga tidur:
mimpi dalam arti sesungguhnya.